Kamis, 28 Juni 2018

PROFIL













Nama                    : Rida Ustufrichah

Alamat                  : Pecangaan Kulon RT 5 RW 4 Kec. Pecangaan, Kab. Jepara Jawa Tengah

Pekerjaan              : Mahasiswa

No. Hp                  : 081225241108

Asal                      : Jepara

HISTORI OF PECANGAAN

Segerombolan Burung Cangak

Sosok Sultan Hadlirin memang tak asing lagi bagi masyarakat Jepara. Sultan Hadlirin bukanlah  asli rakyat Jepara  melainkan asli rakyat Aceh. Sebelum menjadi sultan beliau bernama Raden Toyib yaitu putra dari raja yang berkuasa di Aceh yaitu Syech Mukhayyat Syah dan mempunyai kakak yang bernama Raden Takyim. Setelah ayahnya sudah lanjut usia, ayahnya bermaksud ingin mengangkat Raden Toyib sebagai seorang sultan, karena kecakapan dan ketekunannya dalam mempelajari ilmu-ilmu pemerintahan. Berbeda dengan kakaknya yang hanya suka berfoya-foya.

Setelah Raden Toyib mengetahui konflik yang terajadi mengenai pengangkatannya sebagai sultan Raden Toyib merelakan tahtanya kepada kakaknya, karena beliau tidak mementingkan jabatan untuk menjadi seorang sultan. Kemudian beliau pergi mengembara untuk menyebarkan agama islam dengan cara menyamar memakai pakaian yang sangat sederhana. Konon beliau terdampar di Tiongkok, kemudian setelah kurang lebih 5 tahun berjalan akhirnya beliau terdampar di Bandar Jepara.


Beberapa lama tinggal di Jepara tiba-tiba beliau ingin mengabdikan dirinya ke kerajaan Kalinyamat yang berkuasa di Jepara saat itu. Awalnya Raden Toyib tidak mau menceritakan siapa dirinya yang sebenarnya kepada prajurit keraton yang pada akhirnya beliau di masukkan penjara. Akan tetapi tidak tau mengapa beliau menceritakan asal usulnya kepada kanjeng ratu. Hati kanjeng ratu berdebar-debar dan ingat ramalan ayahnya tentang jodohnya yang bukan berasal dari kalangan masyarakat pribumi Jawa melainkan dari negeri seberang. Hingga akhirnya Ratu Kalinyamat meminta Raden Toyib untuk menikahinya.








Setelah menikah Ratu Kalinyamat menyerahkan tahtanya kepada Raden Toyib. Kurang lebih pada tahun 1536 Raden Toyib dinobatkan dan diberi gelar Sultan Hadlirin sekaligus menjadi adipati Jepara. Setelah bertahun-tahun pernikahan antara Sultan Hadlirin dengan Ratu Kalinyamat belum juga dianugrahi seorang anak. Hingga akhirnya Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat mengangkat seorang putri dari Sultan Hasanuddin dari Banten yang bernama Dewi Wuryan Retnowati, namun sangat disayangkan putri angkatnya meninggal sebelum usia baligh.

Hati kanjeng Ratu selalu gelisah karena sepeninggalan putri angkatnya kanjeng ratu belum juga diberi keturunan. Kanjeng ratu berusaha keras mencari solusi agar bisa memiliki penerus tahtanya mengingat kekuasaannya yang sudah sangat luas. Pada akhirnya kanjeng ratu memperbolehkan sultan untuk menikah lagi yaitu dengan putri Sunan Kudus yang bernama Raden Ayu Pridobinabar. Setelah pernikahan sultan dengan putri Sunan Kudus berjalan, di tengah perjalanan pernikahan mereka terdapat suatu konflik. Ditemukan dua versi penuturan cerita mengenai kematian sultan yang berbeda.



Menurut versi pertama kematian Sultan Hadlirin berhubungan dengan krisis perebutan tahta di Demak Bintoro. Ketika Demak terjadi krisis hebat dalam perebutan tahta kerajaan, konon kekuasaan Sultan semakin memuncak. setelah Raden Patah meninggal yang disusul dengan Pangeran Sabrang Lor, Sultan Demak II, tahta kerjaan harusnya berpindah tangan ke adiknya yang paling tua yaitu Pangeran Sedan Lepen. Namun ia juga meninggal karena di bunuh oleh Sunan Prawoto yang telah mengincar tahta kerajaan Demak.

          Karena pembunuhan tersebut tahta kerajaan jatuh ke tangan Pangeran Trenggana ayah Sunan Prawoto. Setelah Pangeran Trenggana meninggal, keinginan Sunan Prawoto ingin menjadi pewaris tahta kerajaan Demak. Hal tersebut membuat Arya Penangsang menjadi geram karena pembunuh ayahnya telah menjadi Sultan Demak. Bahkan ia juga menuntut haknya sebagai pewaris kesultanan Demak yang sah. Akhirnya Arya Penangsang menyuruh abdinya yang bernama Rangkut untuk membunuh Sunan Prawoto. Setelah berhasil terbunuh, kekuasaan dan kekayaan jatuh ke tangan Sultan Hadlirin yang sekaligus mendapat hak menjadi pengampu Arya Pengiri, putra mahkota Kerajaan Demak hingga dewasa. Hal itu terjadi karena istri Sultan Hadlirin adalah kakaknya Sunan Prawoto. Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat meminta keadilan atas perbuatan muridnya kepada Sunan Demak, Arya Penangsang.

         Namun Sunan Kudus membenarkan Arya Penangsang dengan berkata “kakakmu telah hutang pati kepada Arya Penangsang oleh karenanya kakakmu bagaikan membayar hutang saja”. Karena kecewa mendengarnya, Kanjeng Ratu segera pulang dengan suaminya. Di tengah perjalanan mereka dihadang oleh utusan Arya Penangsang yang akhirnya Sultan Hadlirin berhasil terbunuh kira-kira pada tahun 1471 tahun Jawa atau 1546 M.

     Menurut versi kedua penuturan hikayat menyatakan bahwa Sultan Hadlirin ikut dalam pembangunan masjid menara Kudus. Sebelum pembangunan masjid Sunan Kudus mengumpulkan keluarganya guna membagikan tugas dalam pembangunan masjid, ternyata Sultan Hadlirin mendapatkan tugas untuk membuat mihrab masjid dan masjid harus jadi pada jumat wage. Di saat bahan-bahan harus terkumpul sultan tidak hadir di lokasi, Sunan Kudus masih bersabar dan khusnudzon kepada Sultan Hadlirin.




        Setelah lama menunggu akhirnya sultan datang akan tetapi beliau langsung ke belakang masjid dan mengambil daun pisang kering, sunan terus mengamati sultan. Daun pisang yang kering kemudian di ikat dengan talu pada tiang-tiang yang dipancangkan pada tempat mihrab. Dengan cambukan 3 kali mendadak kumpulan daun pisang kering berubah menjadi tembok yang kuat. Tanpa berpamitan sultan langsung pulang ke Jepara dan tidak lama kemudian tembok berubah menjadi mihrab yang megah. Kejadian tersebut mebuat Sunan Kudus menjadi marah dan geram.

        Karena merasa diremehkan oleh Sultan Hadlirin, Sunan Kudus langsung memanggil Arya Penangsang dan menyuruhnya untuk membunuh Sultan Hadlirin. Padahal Arya Penangsang sendiri sebenarnya takut menghadapi Sultan Hadlirin, lalu Arya Penangsang menyuruh abdinya untuk mengejar sultan. Setelah abdinya menghadap pada sultan badannya langsung gemeteran, Sultan terkejut dan bertanya apa yang sebenarnya mereka inginkan. Karena takut lalu abdinya berterus terang.
Sultan tak sedikitpun marah, seakan-akan beliau mengetahui bahwa ajalanya telah tiba. Beliau menyuruh abdi dari Arya Penangsang tersebut untuk membunuhnya, akhirnya sultan meninggal dunia. selanjutnya jenazah Sultan Hadlirin di bawa ke Jepara dengan cara dipikul oleh pengikitnya. Pembawaan jenazah Sultan Hadlirin ke Jepara menjadi sejarah tersendiri bagi wilayah-wilayah yang di lewati yang kemudian menjadi nama-nama desa. Ada desa Purwogondo, Krasak, Lebuawu dan termasuk juga desa Pecangaan Kulon.


Konon menurut cerita rakyat setempat nama desa Pecangaan Kulon diambil dari ketika sampainya jenazah Sultan Hadlirin di daerah Pecangaan para pengikut melihat banyak sekali burung cangak yaitu sejenis burung bangau yang hinggap di atas pohon yang kemudian tempat tersebut dinamakan Pecangaan. Sedangkan kata kulon di ambil dari letak pohon yang dihinggapi oleh burung-burung cangak  yang berada di sebelah barat, muncullah nama desa Pecangaan Kulon.